Jurnalisme Masa
Kini: Citizen Journalism atau
Jurnalisme Mainstream?
Pemilu di Amerika Serikat
pada tahun 1988 merupakan salah satu latar belakang munculnya inovasi praktik
jurnalisme yang disebut sebagai Civic
Journalism. Saat itu para khalayak mengalami krisis kepercayaan terhadap
media-media mainstream di Amerika
Serikat terkait pemilihan presiden di Amerika Serikat (Purnomo, 2011). Media
dianggap tidak mewakili kepentingan publik dan bersifat komersil. Civic Journalism muncul sebagai bentuk
kritik atas kejadian tersebut. Jurnalisme publik bertujuan untuk kembali
mengoptimalkan fungsi media dalam tanggung jawabnya terhadap masyarakat dan
menjadikan wartawan lebih responsif dengan masalah yang menjadi perhatian
masyarakat (Kurniawan, 2007). Civic
Journalism ini dikembangkan oleh wartawan profesional atas dasar
ketidakpercayaan tersebut dengan kembali mempertanyakan hal-hal fundamental
dalam praktik jurnalisme. Selain itu, pemikiran baru terhadap praktik
jurnalisme ini juga menekankan bahwa jurnalisme bukan lagi hanya ranah yang
dapat dikuasai oleh jurnalis. Setelah berjalan selama beberapa tahun, Civic Journalism membubarkan diri pada
tahun 2003 karena membutuhkan dana yang besar. Meskipun telah bubar, praktik Civic Journalism yang mengindikasikan
bahwa kegiatan jurnalisme dapat dipraktikkan oleh siapa saja menjadi pemicu
untuk munculnya Citizen Journalism atau CJ (Kurniawan, 2007).
Perkembangan teknologi menjadi faktor pendorong utama
dalam perkembangan CJ. Masyarakat dapat dengan bebas menciptakan konten
informasi mereka sendiri melalui ketersediaan software dan dengan lingkungan digital baru, yaitu Web 2.0. Collins
(2007) mendeskripsikan era Web 2.0 ditandai dengan ketersediaan file and media – sharing melalui
internet. Dengan begitu, praktik sosial mengalami perubahan yang signifikan. Bruns
(2007) menjelaskan perubahan ini melalui adanya konsep produsage yang menciptakan era user-led
creation. Produsage mentransformasikan
era industri menjadi era informasi. Praktik tersebut, user-led creation berlangsung di lingkungan daring. Pada era ini
jejaring sosial muncul sebagai kendaraan dalam sirkulasi informasi (Bruns,
2007). Perubahan perilaku masyarakat oleh produsage
inilah yang menjadi faktor utama dalam mendukung perkembangan CJ secara pesat
dikalangan masyarakat itu sendiri.
Kehadiran
CJ merupakan sesuatu yang berpengaruh dalam dunia Jurnalisme. CJ sendiri dapat dipraktikkan melalui berbagai media,
mulai dari media tradisional hingga media baru. Untuk media tradisional, CJ
dapat bekerjasama dengan jurnalisme mainstream
untuk menciptakan sebuah bentuk jurnalisme baru yang lebih efisien karena
sumber daya yang mencukupi. Proses verifikasi dan keabsahan berita dari CJ pun
terjamin melalui proses seleksi yang dilakukan ketika menyebarkan berita
melalui media tradisional, dalam hal ini CJ dan Jurnalisme mainstream bisa bekerja sama denagn baik dan mengindikasikan bahwa
CJ bukanlah ancaman terhadap praktik jurnalisme mainstream. Namun untuk media baru CJ masih harus dikembangkan lagi
karena regulasi terhadap CJ di media baru sangat minim seperti tidak ada proses
verifikasi atau landasan hukum yang jelas. Hal ini tentu membahayakan apabila
konten yang dianggap CJ memberikan dampak negatif seperti hal-hal yang
berkaitan dengan SARA atau konten kontroversial yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Penulis berpendapat jika CJ di media baru mendapatkan
dukungan untuk dikembangkan seperti adanya prosedur dan aturan yang jelas.
praktik jurnalisme di masa depan akan menjadi lebih baik karena semakin banyak
sumber daya jurnalis yang dapat mengumpulkan dan menyebarkan berita-berita
penting untuk khalayak. Fenomena
Web 2.0 masih membutuhkan sebuah regulasi yang baik, serta adanya produsage mengharuskan masyarakat agar
lebih berhati-hati lagi dalam menciptakan konten dalam sebuah kebebasan.
Daftar Referensi
Bruns, Axel. (2007). Produsage: Towards a Broader Framework for User-Led Content Creation
Collins, Steve (2008). Recovering
fair use, M/C Media Culture 11 (6).
Kurniawan, Moch. Nunung. (2007).
“Jurnalisme Warga di Indonesia, Prospek, dan Tantangannya.” Makara, Sosial Humaniora, 11(2), 71-78
No comments:
Post a Comment