How does a media convergence
affect the shifting of society roles?
Khalayak atau Audiens media dari
waktu ke waktu mengalami perubahan yang dapat dianalisis melalui beragam
faktor. Salah satunya adalah dalam teknologi. Perubahan khalayak dijelaskan
melalui integrasi antara media lama dan baru yang diilustrasikan melalui akses
radio sebagai media konvensional melalui komputer atau telepon genggam
(Couldrey, 2012). Hal ini merupakan salah satu bentuk dari konvergensi media. Pembahasan
ini selaras dengan pernyataan Mulder (2006) dalam bahasan New Media pada artikelnya ‘Theory,
culture, & Society’ terkait remediasi media lama oleh media baru.
Dalam analisis perubahan
khalayak pada tipe teknologi, salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah
kemunculan internet. Terjadi perubahan dalam beberapa hal. Pada model ini,
konten dari suatu media tidak hanya diproduksi oleh perusahaan media namun juga
oleh individu (khalayak). Kemunculan internet memperlihatkan bahwa terdapat
power yang dimiliki khalayak terhadap media. Terdapat istilah ‘pull model’ yang menjelaskan bahwa khalayak (sebagai receiver) hanya menerima informasi yang
diinginkannya. Penjelasan mengenai preferensi khalayak dalam mengonsumsi konten
dijelaskan melalui teori Uses and
Gratification. Teori ini menyatakan bahwa khalayak bukan merupakan audiens
pasif yang begitu saja menerima konten yang disajikan oleh media, namun khalyak
merupakan khalayak yang aktif dalam memilih konten media yang sesuai dengan
kebutuhannya dan keinginannya (Rayner, Philip, dan Wall, 2012). Mengenai bagaimana individu memilih konten
yang disajikan dijelaskan melalui pendekatan fungsional dalam komunikasi massa
(Dominick, 2005).
Namun apabila dilihat dari
sisi sosial/spasial. Abercrombie dan Longhurst dalam Couldrey (2012)
mengidentifikasi tiga fase dalam perkembangan khalayak:
1. The
Simple Audience: khalayak
memiliki batasan yang jelas dengan penampil dalam media dalam konteks teater
2. The
Mass Audience: hubungan
khalayak dengan media konvensional seperti koran, radio, atau televisi
3. The
Contemporary ‘diffused audience’: hubungan khalayak yang berlangsung secara permanen melalui media
elektronik atau yang lainnya yang bersinggungan dengan hampir seluruh aktivitas
sosial dan kehidupan privat
Perubahan ini dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi. seperti pada simple
audience menjelaskan interaksi antara khalayak dengan ‘penampil’ dalam
pertunjukan teater. Batasan antara khalayak dan penampil terlihat sangat jelas
karena memiliki peran yang sangat berbeda melalui komunikasi yang berlangsung
satu arah. Kemudian Abercombie dan Longhurst menjelaskan tahapan selanjutnya
dalam mass audience. Ini ditandai
dengan konsumsi khalayak terhadap munculnya media-media konvensional seperti
koran, radio, dan televisi. Pada tahapan terakhir khalayak mencapai fase the contemporary diffused audience.
Setiap khalayak telah terhubung secara permanen oleh medium dalam hampir setiap
aktivitas kehidupan sosial dan pribadinya. Nosi dari diffused audience memaparkan bahwa media berada dimana-mana
(Couldrey, 2012). Couldrey menyatakan pada tahapan ini perubahan dari sikap
khalayak terjadi, yaitu mematahkan argumen mengenai khalayak yang hanya duduk
menikmati suatu program (pada tahapan simple
audience). Khalayak telah memiliki kekuasaan yang lebih terhadap media
melalui power shifted yang terjadi
dalam fase ini. Media tidak lagi sepenuhnya menguasai khalayak, melainkan
kekuasaan tersebut dibagi dengan khalayak. Melalui penjelasan ini, warga
(khalayak) memiliki kekuasaan terhadap media dalam menciptakan konten dan
menyebarkannya sesuai dengan kehendaknya
Daftar Referensi
Couldrey, Nick. (2012). The Extended Audience: Scanning the Horizon.
Australia: University of Wollongong Library
Dominick, J. R. (2005). The dynamics of mass communication. New York: Random House.
Rayner, Philip dan Wall. (2012). AS Media studies: The essential introduction
for Aqa (essential). London: Rouledge.
No comments:
Post a Comment